Dalam masalah pertama, yaitu syarat sah untuk menjadi imam adalah orang yang shalatnya sah. Kalau kita menilai shalat seseorang dan kita bilang shalatnya itu sah, maka kita boleh menjadi makmum di belakangnya.
Sebaliknya, kalau kita mengatakan bahwa shalat seseorang itu tidak sah, entah karena tidak lengkap syaratnya, atau rukunnya, atau karena telah terjadi sesuatu yang membatalkan shalatnya, maka kita pun tidak sah untuk menjadi makmum di belakangnya.
Dalam masalah kedua, orang yang paling utama untuk dijadikan imam shalat adalah orang yang paling baik bacaan Al-Qurannya.
Sebab, memang demikian hadits rasulullah SAW tentang masalah ini. Orang paling baik bacaan Quran-nya adalah orang yang paling berhak maju ke depan menjadi imam, meski pun masih anak kecil, belum kawin, atau pun masih sangat junior.
Tidak ada urusan dengan penghayatan tentang shalat, sebab urusan penghayatan seperti yang anda sebutkan itu sangat nisbi, tidak terukur dan tidak jelas skalanya.
Syarat yang kedua adalah orang yang paling paham dengan urusan agama. Minimal masalah shalat berjamaah serta pernik-perniknya. Apa jadinya kalau seorang imam tidak menguasai fiqih shalat?
Barulah bila skornya sama, pertimbangan lainnya bisa dimasukkan. Misalnya masalah usia, tingkat penghayatan atau pun masalah lainnya.
Wallahu a’lam bishshawab.
Ust. Ahmad Sarwat, Lc/Eramuslim.com
Dalil tentang Imam Shalat
يُصَلُّونَ لَكُمْ، فَإِنْ أَصَابُوا فَلَكُمْ [ولهم]، وَإِنْ أَخْطَئُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ“Jika para imam yang shalat dengan kalian itu benar maka pahala bagi kalian semua, akan tetapi jika mereka melakukan kesalahan, bagi kalian pahalanya, kesalahannya hanya ditanggung oleh para imam tersebut”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyampaikan tentang siapa yang paling berhak menjadi imam dalam hadist riwayat Imam Muslim nomor 673 dari sahabat Abu Mas’ud Al-Anshari
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ، فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً، فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ، فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً، فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً، فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً، فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا، وَلَا يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ، وَلَا يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ» قَالَ الْأَشَجُّ فِي رِوَايَتِهِ: مَكَانَ سِلْمًا سِنًّا،
“Dari Abu Mas’ud Al-Anshari rhadiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertutur : Yang paling berhak untuk menjadi imam adalah orang yang paling pintar dan paling banyak hafalan Al-Qur’annya, jika dalam hal itu sama, maka dahulukan yang paling faham dengan sunnah, jika pengetahuan sunnah (dari para kandidat imam) sama, maka dahulukan orang yang lebih dahulu berhijrah, jika dalam waktu hijrah juga sama, dahulukan orang yang paling dahulu islamnya, dan janganlah seorang mengimami seorang yang memiliki kekuasaan, dan jangan seorang duduk dibangku kemulian milik seseorang kecuali dengan izinnya.” Berkata Al-Asyaj dalam suatu riwayat : kata “lebih dahulu islamnya” diganti dengan “lebih tua umurnya”. (HR Muslim).
Pada hadits ini, disebutkan dengan sangat jelas, urutan siapa saja yang paling berhak untuk menjadi imam.
Dalam hadits ini, setidaknya mengumpulkan lima kriteria atau syarat menjadi imam shalat, yang utama adalah kesempurnaan bacaan Quran dan hafalannya.
- Kesempurnaan bacaan Al-Qur’an dan banyaknya hafalan
- Pengetahuan terhadap sunnah (hadits-hadits)
- Waktu Hijrah (yang lebih dulu hijrah dari Makkah ke Madinah)
- Waktu masuk islam (lebih dulu masuk Islam)
- Umur (yang paling tua)
0 Comments